pengertian dan sejarah uang
Pengertian uang
Uang dalam
ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat
diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat
diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan
jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang
tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian
barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk
pembayaran utang. Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat
penunda pembayaran. Keberadaan
uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang
lebih kompleks, tidak efesien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi
modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk
melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efesiensi yang
didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan
pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan
kemakmuran. Pada awalnya
di Indonesia, uang —dalam hal ini uang kartal— diterbitkan oleh pemerintah
Republik Indonesia. Namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968 pasal 26
ayat 1, hak pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah kemudian
menetapkan Bank Sentral, Bank Indonesia, sebagai satu-satunya lembaga yang
berhak menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut dengan
hak oktroi.
Sejarah uang
Uang yang
kita kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada
mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha
memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar,
membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk
konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya itulah yang dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhannya.Perkembangan
selanjutnya mengahadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi
sendiri ternyata tidak cukup untuk memenuhui seluruh kebutuhannya. Untuk
memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri, mereka mencari
orang yang mau menukarkan barang yang dimiliki dengan barang lain yang
dibutuhkan olehnya. Akibatnya muncullah sistem barter', yaitu barang yang
ditukar dengan barang. Namun pada
akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini. Di
antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang
diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya serta kesulitan
untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai
pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya. Untuk mengatasinya,
mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk
digunakan sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat
pertukaran itu adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted),
benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai
magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer
sehari-hari; misalnya garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar
maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih
terlihat sampai sekarang; orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang
berasal dari bahasa Latin salarium yang berarti garam.Meskipun
alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan
itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai
pecahan sehingga penentuan nilai uang, penyimpanan (storage), dan pengangkutan
(transportation) menjadi sulit dilakukan serta timbul pula kesulitan akibat
kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak
tahan lama. Kemudian
muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar
karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak
mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah
dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi
syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga
disebut sebagai uang penuh (full bodied money). Artinya, nilai intrinsik (nilai
bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang
tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual
atau memakainya, dan mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam. Sejalan
dengan perkembangan perekonomian, timbul kesulitan ketika perkembangan
tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah
logam mulia (emas dan perak) sangat terbatas. Penggunaan uang logam juga sulit
dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar sehingga diciptakanlah uang
kertas. Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas
dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain,
uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan
emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat
ditukarkan penuh dengan jaminannya. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat
tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai
gantinya, mereka menjadikan 'kertas-bukti' tersebut sebagai alat tukar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar